Oleh: Ahmad Sadzali
Tahun depan, 2014, Indonesia akan mengahadapi perhelatan politik nasional. Tahun 2013 ini menjadi tahun persiapan. Segala persiapan sejak sekarang sudah dilakukan oleh para praktisi politik melalui kendaraan politik mereka masing-masing. Sebenarnya, bukan hanya partai-partai politik yang perlu bersiap diri, melainkan masyarakat awam yang menjadi pemilih juga harus melakukan persiapan. Karena pada dasarnya, sistem demokrasi baru bisa berhasil jika rakyat yang menjadi peserta demokrasi itu sudah memiliki kesadaran yang tinggi dalam memilih. Kesadaran yang dimaksud adalah memilih wakil rakyat atau pemimpin sesuai dengan kapasitas dan kemampuan yang mereka miliki, bukan asal coblos sana sini.
Minimal dalam jangka pendek selama satu tahun ini, rakyat Indonesia perlu benah-benar berbenah untuk menghadapi pemilu 2014. Pasalnya, pemilu tersebut akan menjadi momentum perubahan bagi pemerintahan Indonesia dan bagi kehidupan rakyat. Dari pemilu itulah kita melahirkan para pemimpin-pemimpin negeri ini. Jadi, para pemimpin negeri ini perlu benar-benar dipersiapkan dari sekarang, supaya hasil pemilu tidak melahirkan pemimpin yang tidak berkualitas.
Melalui momentum maulid Nabi Muhammad SAW, kita dapat mengambil banyak pelajaran dari gaya dan cara kepemimpinan beliau, bahkan hingga dapat melahirkan generasi pemimpin yang juga luar biasa setelahnya. Ada suatu kunci yang penting untuk kita ketahui di balik kepemimpinan Rasulullah SAW dan para pemimpin Islam lainnya yang patut diteladani.
Dalam sejarahnya, Islam telah banyak mengalami berbagai dinamika pemerintahan. Masa pemerintahan Rasulullah SAW di Madinah adalah puncak kejayaan politik Islam. Di bawah kepemimpinan Rasulullah SAW, masyarakat Madinah berhasil mencapai keharmonisan sosial. Pasca datangnya Islam; masyarakat yang sebelumnya suka menggunakan mata pedang, berubah menjadi masyarakat yang lebih memilih jalan damai; yang dulunya segala sesuatu itu halal, berubah mengedepankan kesucian; budaya kekerasan berubah menjadi sistem undang-undang; sifat yang suka merampas berubah menjadi rasa kepercayaan dan amanah; budaya balas dendam berubah menjadi penggunaan hukum qishash; pandangan yang merendahkan derajat perempuan berubah menjadi memuliakan perempuan; dan banyak lagi perubahan-perubahan lainnya.
Kehidupan masyarakat Madinah diatur langsung di bawah kepemimpinan Rasulullah SAW. Rasulullah SAW telah berhasil menciptakan tatanan masyarakat yang harmonis, bukan saja antar sesama umat Islam, namun juga dalam hubungannya dengan umat non Islam. Tatanan masyarakat yang dibangun Rasulullah SAW tersebut merupakan modal penting yang melandasi perkembangan Islam selanjutnya. Masyarakat Madinah dibangun di atas asas keteladanan, persaudaraan, persamaan, toleransi, musyawarah, tolong menolong serta keadilan.
Pasca Rasulullah SAW wafat, dinamika pemerintahan dalam tubuh umat Islam mulai berubah dan semakin kompleks. Kepemimpinan umat Islam selanjutnya mengalami kualitas yang pasang surut. Setelah berakhirnya masa Khulafa Ar-Rasyidun, dunia pemerintahan umat Islam mengalami perubahan yang drastis di masa Bani Umayyah, Bani Abbasiyah, dan seterusnya. Pergolakan politik dalam tubuh umat Islam semakin kompleks lagi. Sampai akhirnya ditandatanganinya Konferensi Lausanne oleh Mustafa Kemal Ataturk pada tahun 1341 H di masa kepemimpinan Abdul Majid II atas Daulah Utsmaniyah, telah merubah wajah perpolitikan dunia Islam secara total.
Secara garis besar, perjalanan sistem pemerintahan dalam tubuh umat Islam setidaknya dapat kita bagi menjadi empat model pemerintahan: 1) Pemerintahan Rasulullah SAW; 2) Pemerintahan Khulafa Ar-Rasyidun; 3) Pemerintahan daulah-daulah Islamiyah; 4) Pemerintahan dalam bentuk negara-negara. Dalam perjalanannya itu, ada masa kemajuan yang telah dicapai umat Islam, dan ada juga masa kemundurannya. Bahkan di dalam satu sistem pemerintahan yang sama pun, umat Islam mengalami pasang surut kualitas kehidupan sosialnya.
Dari keempat model pemerintahan tersebut, tentu saja model pemerintahan yang dijalankan oleh Rasulullah SAW lah yang paling sukses dalam membangun dan membina masyarakat. Salah satu kunci suksesnya model pemerintahan ala Rasulullah SAW adalah unsur kepribadian beliau sendiri. Model terpenting yang diterapkan oleh Rasulullah SAW adalah keteladanan. “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21).
Kesuksesan Rasulullah SAW dalam membina umat Islam dapat dilihat pada periode Madinah. Namun sebenarnya perubahan yang terjadi di Madinah bukanlah perubahan yang secara instan terjadi. Walaupun kehidupan sosial umat Islam di Madinah mencapai kegemilangannya, namun sebenarnya benih itu telah terbentuk lebih dulu di Mekkah. Mereka yang hijrah ke Madinah adalah benih-benih unggulan tempaan Rasulullah SAW ketika masih di Mekkah. Ini merupakan cikal bakal tumbuhnya sosial masyarakat Madinah yang paling ideal. Melalui metode keteladanan itulah Rasulullah SAW banyak mendidik benih-benih yang mengantarkan kegemilangan kehidupan sosial di Madinah.
Hal yang pertama kali ditanamkan oleh Rasulullah SAW kepada generasi Sahabat adalah keimanan. Keimanan inilah yang selanjutnya menjadi landasan utama dalam kepribadian-kepribadian setiap individu Sahabat. Kehidupan masyarkaat Islam yang gemilang dengan keharmonisannya di Madinah tersebut, salah satunya adalah hasil dari akumulasi sempurna dari individu-individu ideal hasil didikan Rasulullah SAW tadi. Keharmonisan sosial masyarakat Madinah ketika itu bahkan merupakan wujud dari peradaban Islam yang gemilang. Inilah bukti bahwa kepribadian Rasulullah SAW memiliki pengaruh kuat kepada generasi Sahabat. Pancaran cahaya yang ada dalam diri Rasulullah SAW dapat menyalurkan energi positif kepada para Sahabat.
Fakta lain yang mungkin dapat kita ambil pelajaran ada pada masa Bani Umayyah. Gaya pemerintahan masa Bani Umayyah menunjukkan perbedaan yang signifikan dari masa Khulafa Ar-Rasyidun. Pola hidup mewah mulai diterapkan di kalangan khalifah. Namun ketika Umar ibn Abdul Aziz memimpin pemerintahan, perubahan besar terjadi di dalam tubuh Bani Umayyah. Umar ibn Abdul Aziz telah melakukan langkah-langkah penting yang telah merubah kondisi terpuruk Bani Umayyah ketika itu. Bahkan Umar ibn Abdul Aziz telah mengembalikan gaya pemerintahan Bani Umayyah yang dipimpinnya seperti gaya Khulafa Ar-Rasyidun. Di antaranya, Umar ibn Abdul Aziz kembali menyama-ratakan kedudukan seluruh umat Muslim tanpa memandang status, melakukan stabilitas sosial, menyamakan dirinya sama dengan kedudukan rakyat biasa, dan lain sebagainya.
Umar ibn Abdul Aziz lantas kemudian dianugerahi oleh para ulama sebagai mujaddid (pembaharu) pertama dalam Islam. Banyak para ulama yang mengatakan, salah satunya adalah Imam Ahmad ibn Hanbal bahwa Umar ibn Abdul Aziz adalah pembaharu pertama dalam kurun waktu seratus tahun pertama tersebut.
Fakta ini telah membuktikan kepada kita bahwa pribadi pemimpin yang ideal adalah salah satu kunci utama kemajuan suatu komunitas yang dipimpinnya. Dalam hal ini, bukan berarti kita menafikan faktor-faktor lain yang juga menjadi pendukung kemajuan suatu kaum atau komunitas tersebut.
Imam Al-Mawardi menempatkan syarat adil (al-‘adâlah) sebagai syarat pertama dalam deretan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang pemimpin. Konsep adil ini berhubungan erat dengan kepribadian seorang pemimpin. Nilai keadilan dalam Islam tidak hanya berkaitan dengan urusan lahiriah duniawi saja, melainkan juga dengan urusan ruhani dan akhirat. Pemimpin yang adil akan senantiasa menjauhi perbuatan fasiq dan tercela. Dengan demikian kecakapan memimpin harus diimbangi juga dengan kecakapan kepribadian yang tinggi.
Sekarang, punyakah Indonesia model pemimpin seperti itu? Indonesia benar-benar mendambakan model pemimpin yang adil, yaitu selain memiliki kapasitas dan kemampuan memimpin, juga memiliki karakteristik yang baik. Di banyak kasus, memimpin tidak cukup hanya bermodalkan intelektual atau kapasitas kepemimpinan, melainkan pemimpin juga harus menjadi teladan bagi rakyatnya. Begitu juga sebaliknya. Walllahu’alam.[]
Tahun depan, 2014, Indonesia akan mengahadapi perhelatan politik nasional. Tahun 2013 ini menjadi tahun persiapan. Segala persiapan sejak sekarang sudah dilakukan oleh para praktisi politik melalui kendaraan politik mereka masing-masing. Sebenarnya, bukan hanya partai-partai politik yang perlu bersiap diri, melainkan masyarakat awam yang menjadi pemilih juga harus melakukan persiapan. Karena pada dasarnya, sistem demokrasi baru bisa berhasil jika rakyat yang menjadi peserta demokrasi itu sudah memiliki kesadaran yang tinggi dalam memilih. Kesadaran yang dimaksud adalah memilih wakil rakyat atau pemimpin sesuai dengan kapasitas dan kemampuan yang mereka miliki, bukan asal coblos sana sini.
Minimal dalam jangka pendek selama satu tahun ini, rakyat Indonesia perlu benah-benar berbenah untuk menghadapi pemilu 2014. Pasalnya, pemilu tersebut akan menjadi momentum perubahan bagi pemerintahan Indonesia dan bagi kehidupan rakyat. Dari pemilu itulah kita melahirkan para pemimpin-pemimpin negeri ini. Jadi, para pemimpin negeri ini perlu benar-benar dipersiapkan dari sekarang, supaya hasil pemilu tidak melahirkan pemimpin yang tidak berkualitas.
Melalui momentum maulid Nabi Muhammad SAW, kita dapat mengambil banyak pelajaran dari gaya dan cara kepemimpinan beliau, bahkan hingga dapat melahirkan generasi pemimpin yang juga luar biasa setelahnya. Ada suatu kunci yang penting untuk kita ketahui di balik kepemimpinan Rasulullah SAW dan para pemimpin Islam lainnya yang patut diteladani.
Dalam sejarahnya, Islam telah banyak mengalami berbagai dinamika pemerintahan. Masa pemerintahan Rasulullah SAW di Madinah adalah puncak kejayaan politik Islam. Di bawah kepemimpinan Rasulullah SAW, masyarakat Madinah berhasil mencapai keharmonisan sosial. Pasca datangnya Islam; masyarakat yang sebelumnya suka menggunakan mata pedang, berubah menjadi masyarakat yang lebih memilih jalan damai; yang dulunya segala sesuatu itu halal, berubah mengedepankan kesucian; budaya kekerasan berubah menjadi sistem undang-undang; sifat yang suka merampas berubah menjadi rasa kepercayaan dan amanah; budaya balas dendam berubah menjadi penggunaan hukum qishash; pandangan yang merendahkan derajat perempuan berubah menjadi memuliakan perempuan; dan banyak lagi perubahan-perubahan lainnya.
Kehidupan masyarakat Madinah diatur langsung di bawah kepemimpinan Rasulullah SAW. Rasulullah SAW telah berhasil menciptakan tatanan masyarakat yang harmonis, bukan saja antar sesama umat Islam, namun juga dalam hubungannya dengan umat non Islam. Tatanan masyarakat yang dibangun Rasulullah SAW tersebut merupakan modal penting yang melandasi perkembangan Islam selanjutnya. Masyarakat Madinah dibangun di atas asas keteladanan, persaudaraan, persamaan, toleransi, musyawarah, tolong menolong serta keadilan.
Pasca Rasulullah SAW wafat, dinamika pemerintahan dalam tubuh umat Islam mulai berubah dan semakin kompleks. Kepemimpinan umat Islam selanjutnya mengalami kualitas yang pasang surut. Setelah berakhirnya masa Khulafa Ar-Rasyidun, dunia pemerintahan umat Islam mengalami perubahan yang drastis di masa Bani Umayyah, Bani Abbasiyah, dan seterusnya. Pergolakan politik dalam tubuh umat Islam semakin kompleks lagi. Sampai akhirnya ditandatanganinya Konferensi Lausanne oleh Mustafa Kemal Ataturk pada tahun 1341 H di masa kepemimpinan Abdul Majid II atas Daulah Utsmaniyah, telah merubah wajah perpolitikan dunia Islam secara total.
Secara garis besar, perjalanan sistem pemerintahan dalam tubuh umat Islam setidaknya dapat kita bagi menjadi empat model pemerintahan: 1) Pemerintahan Rasulullah SAW; 2) Pemerintahan Khulafa Ar-Rasyidun; 3) Pemerintahan daulah-daulah Islamiyah; 4) Pemerintahan dalam bentuk negara-negara. Dalam perjalanannya itu, ada masa kemajuan yang telah dicapai umat Islam, dan ada juga masa kemundurannya. Bahkan di dalam satu sistem pemerintahan yang sama pun, umat Islam mengalami pasang surut kualitas kehidupan sosialnya.
Dari keempat model pemerintahan tersebut, tentu saja model pemerintahan yang dijalankan oleh Rasulullah SAW lah yang paling sukses dalam membangun dan membina masyarakat. Salah satu kunci suksesnya model pemerintahan ala Rasulullah SAW adalah unsur kepribadian beliau sendiri. Model terpenting yang diterapkan oleh Rasulullah SAW adalah keteladanan. “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21).
Kesuksesan Rasulullah SAW dalam membina umat Islam dapat dilihat pada periode Madinah. Namun sebenarnya perubahan yang terjadi di Madinah bukanlah perubahan yang secara instan terjadi. Walaupun kehidupan sosial umat Islam di Madinah mencapai kegemilangannya, namun sebenarnya benih itu telah terbentuk lebih dulu di Mekkah. Mereka yang hijrah ke Madinah adalah benih-benih unggulan tempaan Rasulullah SAW ketika masih di Mekkah. Ini merupakan cikal bakal tumbuhnya sosial masyarakat Madinah yang paling ideal. Melalui metode keteladanan itulah Rasulullah SAW banyak mendidik benih-benih yang mengantarkan kegemilangan kehidupan sosial di Madinah.
Hal yang pertama kali ditanamkan oleh Rasulullah SAW kepada generasi Sahabat adalah keimanan. Keimanan inilah yang selanjutnya menjadi landasan utama dalam kepribadian-kepribadian setiap individu Sahabat. Kehidupan masyarkaat Islam yang gemilang dengan keharmonisannya di Madinah tersebut, salah satunya adalah hasil dari akumulasi sempurna dari individu-individu ideal hasil didikan Rasulullah SAW tadi. Keharmonisan sosial masyarakat Madinah ketika itu bahkan merupakan wujud dari peradaban Islam yang gemilang. Inilah bukti bahwa kepribadian Rasulullah SAW memiliki pengaruh kuat kepada generasi Sahabat. Pancaran cahaya yang ada dalam diri Rasulullah SAW dapat menyalurkan energi positif kepada para Sahabat.
Fakta lain yang mungkin dapat kita ambil pelajaran ada pada masa Bani Umayyah. Gaya pemerintahan masa Bani Umayyah menunjukkan perbedaan yang signifikan dari masa Khulafa Ar-Rasyidun. Pola hidup mewah mulai diterapkan di kalangan khalifah. Namun ketika Umar ibn Abdul Aziz memimpin pemerintahan, perubahan besar terjadi di dalam tubuh Bani Umayyah. Umar ibn Abdul Aziz telah melakukan langkah-langkah penting yang telah merubah kondisi terpuruk Bani Umayyah ketika itu. Bahkan Umar ibn Abdul Aziz telah mengembalikan gaya pemerintahan Bani Umayyah yang dipimpinnya seperti gaya Khulafa Ar-Rasyidun. Di antaranya, Umar ibn Abdul Aziz kembali menyama-ratakan kedudukan seluruh umat Muslim tanpa memandang status, melakukan stabilitas sosial, menyamakan dirinya sama dengan kedudukan rakyat biasa, dan lain sebagainya.
Umar ibn Abdul Aziz lantas kemudian dianugerahi oleh para ulama sebagai mujaddid (pembaharu) pertama dalam Islam. Banyak para ulama yang mengatakan, salah satunya adalah Imam Ahmad ibn Hanbal bahwa Umar ibn Abdul Aziz adalah pembaharu pertama dalam kurun waktu seratus tahun pertama tersebut.
Fakta ini telah membuktikan kepada kita bahwa pribadi pemimpin yang ideal adalah salah satu kunci utama kemajuan suatu komunitas yang dipimpinnya. Dalam hal ini, bukan berarti kita menafikan faktor-faktor lain yang juga menjadi pendukung kemajuan suatu kaum atau komunitas tersebut.
Imam Al-Mawardi menempatkan syarat adil (al-‘adâlah) sebagai syarat pertama dalam deretan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang pemimpin. Konsep adil ini berhubungan erat dengan kepribadian seorang pemimpin. Nilai keadilan dalam Islam tidak hanya berkaitan dengan urusan lahiriah duniawi saja, melainkan juga dengan urusan ruhani dan akhirat. Pemimpin yang adil akan senantiasa menjauhi perbuatan fasiq dan tercela. Dengan demikian kecakapan memimpin harus diimbangi juga dengan kecakapan kepribadian yang tinggi.
Sekarang, punyakah Indonesia model pemimpin seperti itu? Indonesia benar-benar mendambakan model pemimpin yang adil, yaitu selain memiliki kapasitas dan kemampuan memimpin, juga memiliki karakteristik yang baik. Di banyak kasus, memimpin tidak cukup hanya bermodalkan intelektual atau kapasitas kepemimpinan, melainkan pemimpin juga harus menjadi teladan bagi rakyatnya. Begitu juga sebaliknya. Walllahu’alam.[]