Oleh: Ahmad Sadzali
Gaung Islamisasi ilmu pengetahuan memang sudah mulai nyaring. Di beberapa negara Islam sudah ada kelompok orang atau lembaga yang khusus berkonsentrasi mengkampanyekan proyek ini, bahkan menggarapnya. Di Mesir misalkan, ada lembaga yang bernama The International Institute of Islamic Tought (IIIT) yang didirikan dan berpusat di Amerika Serikat. Lembaga ini didirikan oleh Prof. Dr. Thaha Gaber al-Alwani pada tahun 1981.
Selain itu, banyak ulama-ulama dan para pemikir Islam juga yang sadar akan pentingnya melakukan Islamisasi ilmu pengetahuan ini. Terkhusus di tengah arus globalisasi yang kian hari semakin susah dibendung. Arus globalisasi ini berjalan cepat beriringan dengan cepatnya kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi ini adalah sebuah hasil dari kemajuan ilmu pengetahuan.
Sebagai contoh dampak negatif dari gencarnya arus globalisasi dan canggihnya teknologi informasi ini adalah mudahnya budaya asing yang tidak sesuai dengan budaya pribumi masuk ke rumah-rumah kita. Budaya asing yang masuk itu tidak hanya sekedar menjadi tontonan saja, melainkan juga memberikan efek berbekas dan berpeluang untuk dicontoh oleh yang menontonnya. Alhasil, model-model cara berpakaian pun berpindah kiblat kepada produk asing tanpa memikirkan aspek nilai, baik dalam budaya Indonesia maupun agama; musik yang seharusnya negeri kita memiliki karakter tersendiri, akhirnya terpengaruh dengan aliran luar; hingga cara berprilaku juga ikut-ikutan sang idola asing tanpa bisa memilah-milih mana yang pantas dan tidak.
Seandainya ilmu pengetahuan yang melahirkan kemajuan teknologi itu sejak awal sudah memiliki norma dan nilai-nilai moral, niscaya dampak negatif yang lahir darinya tidak separah ini, bahkan bisa jadi absen dari dampak negatif. Ini adalah hasil dari hegemoni Barat terhadap dunia Islam dan Timur. Celakanya, hegemoni Barat ini memaksakan kehendaknya, baik langsung atau tidak, untuk ditiru oleh bangsa-bangsa lainnya, termasuk umat Islam. Yang menjadi masalah, tidak semua yang dari Barat itu sesuai dengan bangsa lain, begitu juga dengan kita. Karena pada dasarnya antara Barat dan Timur, khususnya Islam, memiliki sudut pandang yang berbeda dalam melihat sebuah realita.
Untuk mengatasi masalah global ini, maka Islamisasi ilmu pengetahuan serta kaitannya dengan dunia pendidikan menjadi sangat urgen untuk dibahas. Islamisasi ilmu pengetahuan ini tentu saja tidak akan jauh dari dunia pendidikan atau akademis. Sekarang tulisan ini berusaha untuk mengajak pada maksimalisasi fungsi lembaga pendidikan untuk membangun landasan utama yang menjadi pijakan Islamisasi ilmu pengetahuan.
Untuk menjalankan proyek Islamisasi ilmu pengetahuan ini dibutuhkan sebuah landasan yang dijadikan pondasi. Ini sangat penting sekali, mengingat proses Islamisasi ilmu pengetahuan ini akan mengalami benturan-benturan dengan paradigma lainnya selain Islam atau dengan paradigma sekuler. Landasan tersebut berupa cara pandang kita atas segala sesuatu, yang biasanya disebut dengan pandangan hidup atau worldview.
Istilah pandangan hidup ini oleh Sayyid Quthub disebut dengan at-Tashawwur al-Islâmî. Dalam bukunya Khashâish at-Tashawwur al-Islâmî, Sayyid Quthub menjelaskan pentingnya pembahasa pandangan hidup (worldview) ini karena setiap Muslim pasti akan menilai lalu menafsirkan suatu wujud atau realitas. Realitas apapun itu, termasuk menilai suatu ilmu pengetahuan kaitannya dengan pembahasan kita sekarang.
Menurut Sayyid Quthub, karakteristik pertama dan utama dari pandangan hidup Islam ini adalah aspek ketuhanan (rabbâniyah). Maksudnya adalah, pandangan hidup ini berasal dan berdasarkan pada wahyu dari Allah. Ini yang membedakan pandangan hidup Islam dengan pandangan hidup lainnya yang berdasarkan pada filsafat buatan manusia.
Selanjutnya karena pandangan hidup ini memiliki aspek ketuhanan, yaitu bersumber dari Allah, maka pandangan hidup Islam juga bersifat tetap. Sifatnya tidak berubah-ubah meski dengan perubahan dan perkembangan zaman. Namun bukan berarti dengan demikian pandangan hidup Islam ini stagnan dalam pemikiran dan kehidupan. Justru pandangan hidup Islam sangat menganjurkan berkembangnya pemikiran dan kehidupan, akan tetapi Islam memberikan batasan cara pandangnya sehingga tetap berada dalam koridor syariat Islam.
Jadi, sebenarnya arus globalisasi bukanlah masalah bagi Islam karena perkembangan zaman dan kehidupan manusia itu wajar. Tapi dengan catatan, umat Islam harus sudah siap dengan pandangan hidupnya untuk menghadapi arus globalisasi ini. Dengan pandangan hidup atau cara pandang Islam inilah, kita dapat melakukan filterisasi atas globalisasi. Sehingga kita dapat bersikap proporsional dan adil dalam memandang globalisasi ini. Artinya kita tidak menerimanya mentah-mentah, dan tidak juga anti terhadap globalisasi secara prontal. Akan tetapi yang kita lakukan adalah mengambil apa yang sesuai dengan Islam, dan meninggalkan yang tidak sesuai.
Secara sederhana, pandangan hidup Islam ini pada akhirnya merujuk kepada wahyu yang tertuang dalam al-Quran dan Sunnah Rasul. Dan yang cukup penting dari karakteristik pandangan hidup Islam ini adalah universalitas dan pendekatannya yang tauhidi (tidak dikotomis). Artinya pandangan hidup Islam tidak pernah mengkotomi dalam memandang realitas. Tidak ada perbedaan antara subjek dengan objek, dunia dengan akhirat, agama dengan ilmu pengetahuan/politik/kehidupan publik dan sebagainya.
Dengan demikian, tentu kaitan antara pandangan hidup Islam dengan proyek Islamisasi ilmu pengatahuan sangat kental sekali. Pandangan hidup Islam adalah landasan pertama yang harus dimiliki oleh siapa pun yang ingin melakukan proyek Islamisasi ilmu pengetahuan. Pandangan hidup Islam inilah yang sebenarnya harus ditanamkan dalam dunia pendidikan kita, baik lembaga pendidikan umum maupun agama. Karena ternyata juga tidak semua lembaga pendidikan agama memiliki pandangan hidup Islam. Maka, lembaga-lembaga pendidikan di negera ini, terutama lembaga yang agama, harus dapat memaksimalkan fungsinya untuk membentuk karakter anak didik yang berpandangan hidup Islam.
Hasilnya, dalam kerangka berpikirnya akan terbentuk bahwa Allah-lah yang menjadi sumber segala ilmu pengetahuan. Sehingga ilmu pengetahuan pun akhirnya dapat disejalankan dengan nilai-nilai atau norma yang juga bersumber dari Allah. Jika ilmu pengetahuan ini sudah sejalan dengan norma dari Allah, pada akhirnya akan terciptalah kemaslahatan umat manusia, karena tujuan utama diturunkannya syariat Islam adalah untuk kemaslahatan seluruh manusia. Jadi, pada hakikatnya Islamisasi ilmu pengetahuan ini tidak hanya berguna bagi umat Islam saja, melainkan juga bagi umat beragama lainnya. Wallahu’alam.[]
0 comments:
Post a Comment