Pages

Tuesday, March 12, 2013

Pendidikan Karakter dan Peranan Seorang Guru


Oleh: Lukman al-Hakim    

Mungkin ingatan kita belum terlalu sulit untuk kembali mengingat sesosok guru di sebuah madrasah kecil di tepian Pulau Sumatra, Provinsi Bangka Belitung. Sederhana, cukup mengingat judul novel atau filmnya kita akan ingat salah satu sosok guru yang mengajar di madrasah itu, Laskar Pelangi. Ya, Bu Muslimah panggilan akrabnya bagi Laskar Pelangi.

Dikisahkan dalam catatan sejarah hidup salah satu anak didik Bu Muslimah tentang gurunya saat itu. Bagaimana tekad kuatnya untuk mempertahankan SD Muhammadiyah yang merupakan satu-satunya sekolah madrasah Islam di Gantong. Beliau juga mengajarkan perjuangan dengan membela nama baik sekolah.

Bu Muslimah mendapatkan penghargaan langsung dari Presiden SBY di peringatan Hari Guru Nasional dan HUT Ke-63 PGRI pada tahun 2008 bersama ratusan guru lainnya, penghargaan berupa Satyalencana Pendidikan diberikan kepada guru-guru berprestasi dan berjasa.

Sorotan masyarakat terhadap dunia pendidikan kita akhir-akhir ini sedikit tajam dan sinis, karena realita sosialnya dekadensi moral anak didik bisa dikatakan telah memasuki stadium 4; Walaupun masih berseragam sekolah, mereka tidak segan-segan untuk turun ke jalanan dengan bersenjatakan golok, rantai, besi, kayu untuk adu kehebatan. “Prestasi” ini sudah cukup menjadi bukti bahwa kepedulian generasi bangsa untuk membangun bangsanya di tengah arus globalisasi kian terkikis. Prestasi yang jarang ditemukan di negara tetangga.

Masa depan bangsa tergantung pada generasi muda sekarang, jika generasi ini terlambat diobati, maka beberapa tahun ke depan bangsa ini akan lumpuh dan cacat dikarenakan luka generasi muda yang kian memborok. Butuh perhatian lebih dari seluruh elemen masyarakat dalam memperbaiki moral anak bangsa, terutama peran guru di berbagai jenjang lembaga pendidikan.

Guru merupakan stoke holder yang mempengaruhi hasil didikan dari sebuah sekolah. Baik buruknya anak didik banyak dipengaruhi oleh guru. Kurikulum yang buruk jika diaplikasikan oleh guru yang baik akan menghasilkan hasil yang baik dan begitu pula sebaliknya. Setidaknya, peran guru berada di nomor dua setelah orang tua, karena jam interaksinya dengan anak didik terbanyak setelah orang tua.

Contoh kecil seperti Bu Muslimah yang telah disebutkan sebelumnya. Diketahui dari novel dan filmnya, dapat dikatakan sekolah Muhammadiyah Gantong kala itu tidak tersentuh maksimal oleh kurikulum nasional. Terlihat dari apa yang digambarkan, infrastruktur sekolah juga jauh dari kata layak untuk sebuah lembaga pendidikan. Tapi apa yang membuat salah satu anak didiknya –Andrea Hirata- berhasil dalam meraih cita-citanya? Hidden curriculum, kurikulum  tersembunyi yang diterapkan oleh Bu Guru Muslimah yang memiliki pengaruh besar. Mungkin tidak semua Laskar Pelangi dapat dikatakan sukses, karena kita juga tidak tahu bagaimana kehidupan mereka sekarang. Tapi, setidaknya satu dari sepuluh murid sekolah itu telah sukses meraih cita-citanya dan mengabadikan sejarah kesuksesan dengan novel dan film. Kasat mata, kesuksesan itu hanya milik seorang Andrea Hirata, akan tetapi dampak dari ceritanya telah banyak menyuntikkan semangat Laskar Pelangi ke jiwa anak didik di Indonesia dan saat ini dunia pendidikan kita mengenal sebuah sekolah sederhana yang mampu mencetak seorang Andrea Hirata.

Memang hasil dari usaha pembentukan karakter tidak instan, penanaman moral terhadap anak didik memakan waktu yang cukup lama dan untuk melihat hasilnya juga membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Seperti yang diungkapkan Helen Keller, penulis terkenal abad 19, “Character cannot be developed in ease and quiet. Only through experience of trial and suffering can the soul be strengthened, vision cleared, ambition inspired, and success achieved.” Bisa dikatakan, karakter moral bangsa beberapa tahun kedepan ditentukan oleh pendidikan yang dienyamnya sekarang. Dan moral yang ditunjukkan anak didik sekarang, merupakan hasil dari pendidikan yang diterimanya masa lalu.

Memperhatikan moral generasi masa depan memang perlu, tapi yang lebih realistis sekarang adalah memperhatikan pendidik yang membentuk moral tersebut, guru. Mempersiapkan guru yang cerdas dan cakap dalam mendidik berarti telah mempersiapkan generasi masa depan yang baik. Untuk itu pemerintah memberikan perhatiannya demi terwujud cita-cita dunia pendidikan yang tertera dalam undang-undang no. 22 th 2003; pengembangan potensi anak didik di sisi spiritual dan intelektual. Pemerintah pada tahun 2007 mencanangkan program sertifikasi guru untuk meningkatkan kualitas dan profesionalitas guru dalam proses dan hasil pembelajaran walaupun masih terdapat kekurangan di sana-sini.

Tapi sekali lagi perlu diingat, proses pendidikan kakarter terhadap anak didik tidaklah sebentar. Ia membutuhkan waktu seperti halnya membutuhkan waktu untuk mendidiknya menjadi nakal. Perlu dukungan dan cinta dari alam lingkungan anak didik tinggal. Adapun hasil dari pendidikan karakter ini tidak hanya berdampak positif pada anak didik, bahkan juga berdampak positif kepada keluarga dan lingkungan.[]

0 comments:

Post a Comment