Pages

Wednesday, September 19, 2012

Integrasi Norma ke dalam Dunia Pendidikan


Oleh: Ahmad Sadzali

Sudah menjadi rahasia umum bahwa dunia pendidikan di Indonesia sedang mengalami krisis yang sangat serius. Di era globalisasi ini, lembaga pendidikan Indonesia dinilai telah gagal melahirkan generasi yang berkarekter. Anak didik kita ternyata masih belum mendapatkan bekal yang cukup untuk menghadapi dunia globalisasi yang gencar sekarang ini. Hasilnya, mereka harus meraba sendiri untuk menentukan karakter diri masing-masing, antara karakter asli budaya nusantara dan karakter hasil impor dari dunia lain.

Kegagalan dunia pendidikan ini tentu saja tidak tanpa sebab. Sebab eksternal adalah gencarnya arus globalisasi yang dengan cepat merambah hingga ke genggaman tangan anak didik kita. Sedangkan sebab internalnya ada pada dunia pendidikan kita sendiri. Lembaga pendidikan kita masih belum sepenuhnya menanamkan landasan karakter yang kuat kepada anak didik. Karakter yang dimaksud di sini adalah moral dan nilai-nilai yang dapat menjadi alat untuk memilah-milih antara yang baik dan buruk dari arus globalisasi.

Yang menjadi masalah utama adalah, selama ini dunia pendidikan kita mengkotomi antara ilmu pengetahuan dengan norma. Ilmu pengetahuan alam misalnya, hanya dipelajari sebatas ilmunya saja, tidak dilandasi dengan sebuah norma. Begitu juga dengan ilmu-ilmu sosial, masih surut akan nilai-nilai suatu norma.

Pola dikotomis seperti ini sebenarnya merupakan dampak dari sekularisasi ilmu pengetahuan. Pola ini dibangun di atas ssumsi-asumsi yang menganggap bahwa agama tidak sejalan dengan ilmu pengetahuan. Pendekatan agama adalah wahyu. Sedangkan pendekatan ilmu pengetahuan adalah akal. Digalinya jurang pemisah yang dalam antara wahyu dan akal inilah yang menjadi dasar mengapa ilmu pengetahuan kita sekarang sangat surut akan norma dan nilai-nilai moral.

Salah satu langkah penting untuk mengkonter sekularisasi ilmu pengetahuan ini adalah dengan Islamisasi ilmu pengetahuan. Menurut sebagian besar pemikir, proyek Islamisasi ilmu pengetahuan ini masih tergolong baru. Kalau tidak salah, ungkapan ini pada mulanya dicetuskan oleh Prof. Sayed Naquib Al-Attas pada tahun 1977. Meski tidak menutup kemungkinan proyek ini juga sudah ada sebelumnya.

Menurut pemikir Muslim abad ini, Dr. Muhammad Imarah, Islamisasi ilmu pengetahuan berarti proses penyesuaian dan pengkorelasian antara Islam dan ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, menyerasikan hubungan antara Islam dengan ilmu pengetahuan manusia dengan tidak menganggap alam nyata dan wujud ini sebagai satu-satunya sumber ilmu pengetahuan manusia. Akan tetapi, ilmu pengetahuan manusia ini berdasarkan dua pilar utama, yaitu wahyu dan alam.

Timbulnya proyek Islamisasi ilmu pengetahuan ini bukan berarti memperbaharui isi pemikiran dan bukan pula memperbaharui permasalahan yang ada di dalamnya. Namun proyek ini merupakan risalah pemikiran yang telah dikenal sejak awal bangkitnya Islam. Al-Quran bahkan merupakan landasar utama dan pertama yang memiliki gagasan seperti ini. Jadi, Islamisasi ilmu pengetahuan adalah sebuah bentuk jalinan korelatif antara Islam dan ilmu pengetahuan.

Dalam bentuk sederhana, Islamisasi ilmu pengetahuan pada dasarnya adalah salah satu upaya untuk mendamaikan pertentangan antara akal dan wakyu yang selama ini digaungkan oleh kalangan sekuler. Wahyu tidak bertentangan dengan akal, begitu juga sebaliknya. Keduanya tidak bisa saling terpisah dan berdiri sendiri. Akal tidak bisa secara independen menjadi sumber ilmu pengetahuan. Sedangkan wahyu juga membutuhkan akal sebagai penghubung dengan alam. Jadi yang benar adalah tidak ada dikotomis antara akal dan wahyu.

Jika kita sepakat bahwa wahyu dan alam adalah sumber ilmu pengetahuan yang dikombinasikan dengan akal, berarti kita juga sepakat bahwa Islam tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Jadi, sebenarnya proyek Islamisasi ilmu pengetahuan ini lebih tepatnya adalah untuk menjawab tuduhan Barat yang menafikan adanya hubungan antara agama dan ilmu pengetahuan. Hal ini karena di Abad Pertengahan, Barat telah mengalami sejarah kelam soal hubungan antara agama (red. Kristen) dan ilmu pengetahuan.

Jika ilmu pengetahuan dipisahkan dengan agama, artinya secara tidak langsung telah memisahkan ilmu pengetahuan dari nilai-nilai moral atau norma. Karena sumber utama nilai-nilai moral dan norma ini adalah agama. Jika nilai moral dan norma ini absen dari ilmu pengetahuan dan dunia pendidikan, maka yang terjadi adalah seperti yang dialami oleh anak didik kita sekarang ini. Mereka tidak memiliki pondasi moral yang cukup kuat untuk menghadapi arus globalisasi. Maka di sinilah letak pentingnya Islamisasi ilmu pengetahuan sebagai upaya memasukkan nilai-nilai moral dan norma ke dalam dunia pendidikan kita.

Sebenarnya upaya ini bukan berarti absen sama sekali dari dunia pendidikan Indonesia. Upaya penanaman karakter yang bermoral terhadap anak didik sudah dilakukan sejak lama oleh lembaga pendidikan pesantren dan lembaga pendidikan agama lainnya. Akan tetapi tentu saja dunia pesantren tidak selamanya dapat meng-handle seluruh masalah pendidikan di negara kita. Harus ada upaya bersama yang menyeluruh dan global untuk mengatasi krisis krusial dalam dunia pendidikan kita ini. Maka dalam hal ini, peranan dunia pendidikan konvensional juga sangat dibutuhkan.

Sebagai contoh atas proyek ini adalah, dalam ilmu politik misalkan. Persepsi Barat terhadap ilmu politik yang terlepas dari ikatan agama, dalam prakteknya akan menghalalkan segala cara untuk mencapai kekuasaan, hingga mengabaikan etika. Ini sangat berbeda sekali dengan politik Islam. Politik Islam bukanlah sebuah kekuatan untuk melawan atau menindas masyarakat yang tidak memiliki kekuatan. Tapi politik menurut Islam adalah suatu bentuk keseimbangan antara hak dan kewajiban antara golongan masyarakat dalam suatu negara yang bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan bersama. Dengan demikian dalam undang-undang yang dibentuk nanti harus mempertimbangkan aspek-aspek syariat yang telah ditetapkan oleh Allah. Banyak lagi contoh lainnya, baik dalam ilmu pengetahuan alam, sains ataupun humaniora.

Proyek besar ini tidak bisa digerakkan oleh sebagian kelompok saja. Semua lapisan setidaknya harus mendukung proyek penting ini jika ingin berhasil dan mendatangkan perbaikan. Dan menurut hemat penulis, memasukkan nilai-nilai moral ke dalam dunia pendidikan sekarang inilah salah satu solusi utama atas semua permasalahan negeri ini. Wallahu’alam.[]

0 comments:

Post a Comment