Pages

Friday, September 21, 2012

Penghinaan Simbol dan Sakralitas Islam


Oleh: Ahmad Sadzali

Penghinaan terhadap umat Islam terulang kembali. Kali ini melalui film bertajuk “Innocence of Muslims” yang menghina Nabi Muhammad SAW. Menurut pengakuan penulis dan sutradara film, Sam Bacile, kepada kantor berita AP dari tempat yang rahasia, film tersebut menghabiskan kocak senilai lima juta dolar Amerika (sekitar 50 miliar rupiah). Biaya tersebut di antaranya ditanggung oleh lebih dari 100 donatur Yahudi.

Terang saja film yang diproduksi di Amerika Serikat itu menuai kecaman kerasa dari seluruh umat Islam di berbagai belahan dunia. Di Mesir dan Libya misalkan, para demonstran yang menentang keras penghinaan Nabi Muhammad SAW dalam film itu melakukan aksinya di depan kantor Kedutaan Besar Amerika Serikat. Bahkan, Duta Besar Amerika Serikat untuk Libya, Christopher Stevens harus menjadi korban akibat serangan demonstran Libya sebagai respon atas film tersebut. Dia tewas di kantor Konsulat Amerika Serikat, di Benghazi.

Penghinaan terhadap umat Islam ini tentu bukan kali ini saja terjadi. Mulai dari pembakaran mushaf al-Quran, penghancuran masjid-masjid, karikatur hingga penginaan secara terang-terangan kepada Nabi Muhammad SAW sudah berulang kali terjadi. 

Bahkan jika kita mau kembali kepada sejarah dakwah Islam, penghinaan terhadap Rasulullah SAW pun terjadi semasa hidup beliau oleh kaum kafir Quraish. Misalkan, tempat-tempat yang biasa disinggahi Rasul seringkali dilempari kotoran oleh orang-orang kafir. Ummu Jamil, istri Abu Lahab, melemparkan najis ke depan rumah beliau, dan Rasulullah hanya menanggapinya dengan membersihkan kotoran-kotoran itu. Begitu juga Abu Jahal melempari beliau dengan kotoran kambing yang telah disembelih untuk sesembahan berhala. Beliaupun hanya menghadapi kekejian itu dengan pergi ke rumah putrinya Fatimah, untuk membersihkan dan menyucinya.

Tidak hanya sampai di situ, kaum kafir juga melemparkan berbagai macam tuduhan, fitnah dan propaganda kepada Rasulullah SAW. Fitnah dan propaganda tersebut juga ditujukan untuk menyerang akidah Islam dan kaum Muslimin. Berbagai macam kebohongan dan fitnah disiapkan oleh kaum kafir untuk menyerang Rasulullah SAW. Sekelompok orang dari kaum kafir misalkan, berkumpul di rumah Walid bin al-Mughirah. 
Di rumah Walid itu mereka memusyawarakhkan propaganda apa yang akan dilemparkan kepada Rasulullah SAW ketika orang-orang Arab datang ke Makkah di musim haji. Ada yang mengusulkan agar Rasulullah SAW dicap sebagai dukun, namun ditolak oleh Walid sendiri. Ada lagi yang mengusulkan agara Rasulullah SAW dituduh sebagai orang gila, namun Walid juga menolak. Ada juga yang mengusulkan agar Rasulullah SAW dituduh sebagai tukang sihir, namun juga ditolak oleh Walid, karena Rasulullah SAW tidak pernah membacakan mantera-mantera sihir. Setelah melalui perdebatan, akhirnya mereka sepakat menuduh Rasulullah SAW sebagai seorang penyihir perantara ucapan. Tuduhan ini akhirnya disebarkan kepada rombongan haji yang datang ke Makkah.

Dari sini, garis besar yang dapat kita ambil adalah berbagai penghinaan yang dialami oleh Rasulullah SAW tersebut, ternyata tidak mengurangi semangat dan kesabaran beliau dalam mendakwahkan Islam. Begitu juga dengan kemuliaan dan keagungan Rasulullah SAW dan Islam tidak berkurang sedikit pun. Bahkan hingga saat ini Islam semakin berkembang, dan pengikutnya semakin bertambah.

Lantas jika demikian, apa yang sebenarnya mendasari kemarahan umat Islam atas film penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW tersebut? Hal ini perlu kita pahami agar tidak menimbulkan reaksi yang berlebihan dari umat Islam. Aksi pengeboman kantor Konsulat Amerika Serikat di Benghazi oleh demonstran Libya hingga menewaskan Dubes Amerika itu adalah salah satu contoh reaksi yang berlebihan.

Oleh karena itu jugalah, Itihad Ulama Internasional yang diketuai oleh Dr. Yusuf Qardhawi menghimbau kepada seluruh umat Islam agar tidak menggeneralisir kasus ini, sehingga menghukum dan menyalahkan orang-orang yang sebenarnya tidak bersalah. Begitu juga dengan Dewan Kibar Ulama Al-Azhar, menyerukan agar umat Islam menyikapi kasus penghinaan ini dengan bijak.

Jika reaksi yang timbul dari umat Islam justru bersifat negatif dan mendatangkan pengrusakan, maka sebenarnya perbuatan itu hanya akan semakin membuat citra umat Islam jelek di mata non-Islam. Padahal Islam sama sekali tidak mengajarkan nilai-nilai kekerasan seperti itu, justru Islam adalah agama yang menjunjung keadilan dan perdamaian. Apa yang dilakukan oleh Shalahuddin Al-Ayyubi ketika membuka Yerussalem, dan yang dilakukan oleh Mahmud Al-Fatih ketika membuka Konstantinopel adalah contoh ajaran Islam yang adil. Kedua panglima Islam ini sama sekali tidak menghukum dan menyakiti rakyat biasa di negara yang ditaklukkan itu, bahkan justru melindungi hak-hak mereka untuk menjalankan agama mereka.

Kemarahan umat Islam atas film yang menghina Nabi mereka itu memang wajar. Kita wajib menjunjung tinggi dan menjaga martabat, simbol dan sakralitas dalam agama kita. Penghinaan terhadap agama memang tidak bisa dibenarkan, karena merupakan pelanggaran atas hak-hak umat beragama. Ini merupakan pelanggaran hukum. Namun pelanggaran hukum seperti ini juga seharunya ditempuh lewat jalur hukum juga. Bukan malah tindakan radikal yang membabi buta.

Jelas, dari sudut pandang manapun, pembuatan film tersebut tidak dapat dibenarkan. Bukan hanya umat Islam yang mengecamnya, negara-negara Barat pun juga mengecamnya, termasuk Vatikan sebagai basis umat Kristen Katolik di dunia. Salah satu syarat utama untuk dapat hidup berdampingan antar umat beragama dengan rukun adalah saling menghormati nilai-nilai, simbol dan sakralitas agama masing-masing. Pembuat film ini tentu telah melanggar syarat ini.

Namun yang perlu kita jaga adalah cara kita menyikapi dan merespon film tersebut. Reaksi yang timbul dari kita yang sebenarnya ingin membela Nabi Muhammad SAW seharunya tidak dengan cara-cara yang justru menodai ajaran beliau. Jangan sampai sesuatu yang baik itu ditempuh dengan jalan yang salah. Wallahu’alam.[]


0 comments:

Post a Comment